Wednesday 9 June 2010

KEADAAN UMUM WILAYAH KEPULAUAN SERIBU

Karakteristik Biofisik
Kepulauan seribu terdiri atas 110 pulau, dan 11 diantaranya yang dihuni
penduduk. Pulau-pulau lainnya digunakan untuk rekreasi, cagar alam, cagar budaya
dan peruntukan lainnya. Luas Kepulauan Seribu kurang lebih 108.000 ha, terletak di
lepas pantai utara Jakarta dengan posisi memanjang dari Utara ke Selatan yang
ditandai dengan pulau-pulau kecil berpasir putih dan gosong-gosong karang. Pulau
Untung Jawa merupakan pulau berpenghuni yang paling selatan atau paling dekat
dengan jarak 37 mil laut dari Jakarta. Sedangkan kawasan paling utara adalah
Pulau Dua Barat yang berjarak sekitar 70 mil laut dari Jakarta.
Keadaan angin di Kepulauan Seribu sangat dipengaruhi oleh angin monsoon
yang secara garis besar dapat dibagi menjadi Angin Musim Barat (Desember-Maret)
dan Angin Musim Timur (Juni-September). Musim Pancaroba terjadi antara bulan
April-Mei dan Oktober-Nopember. Kecepatan angin pada musim Barat bervariasi
antara 7-20 knot per jam, yang umumnya bertiup dari Barat Daya sampai Barat Laut.
Angin kencang dengan kecepatan 20 knot per jam biasanya terjadi antara bulan
Desember-Februari. Pada musim Timur kecepatan angin berkisar antara 7-15 knot
per jam yang bertiup dari arah Timur sampai Tenggara.
Musim hujan biasanya terjadi antara bulan Nopember-April dengan hujan
antara 10-20 hari/bulan. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan Januari dan total
curah hujan tahunan sekitar 1700 mm. Musim kemarau kadang-kadang juga
terdapat hujan dengan jumlah hari hujan antara 4-10 hari/bulan. Curah hujan
terkecil terjadi pada bulan Agustus.
57
Kawasan Kepulauan Seribu memiliki tofografi datar hingga landai dengan
ketinggian sekitar 0 –2 meter d.p.l. Luas daratan dapat berubah oleh pasang surut
dengan ketinggian pasang antara 1 – 1,5 meter. Morfologi Kepulauan Seribu
dengan demikian merupakan dataran rendah pantai, dengan perairan laut ditumbuhi
karang yang membentuk atoll maupun karang penghalang. Atol dijumpai hampir
diseluruh gugusan pulau, kecuali Pulau Pari, sedangkan fringing reef dijumpai antara
lain di P. Pari, P. Kotok dan P. Tikus.
Air tanah di Kepulauan Seribu dapat berupa air tanah tidak tertekan yang
dijumpai sebagai air sumur yang digali dengan kedalaman 0,5 – 4 meter pada
beberapa pulau berpenghuni. Air tanah tertekan juga dijumpai di beberapa pulau,
seperti P.Pari, P. Untung Jawa dan P.Kelapa (Dinas Pertambangan DKI Jakarta).
Keberadaan air tanah di Kepulauan Seribu terkait dengan penyebaran endapan
sungai purba yang menjadi dasar tumbuhnya karang.
Kondisi Oseanografi
Batimetri
Kedalaman perairan di Kepulauan Seribu sangat bervariasi, dimana
beberapa lokasi mencatat kedalaman hingga lebih dari 70 meter, seperti lokasi
antara P. Gosong Congkak dan P. Semak Daun pada posisi 106?35’00” BT dan
05?43’08” LS dengan kedalaman 75 meter. Setiap pulau umumnya dikelilingi oleh
paparan pulau yang cukup luas (island shelf) hingga 20 kali lebih luas dari pulau
yang bersangkutan dengan kedalaman kurang dari 5 meter. Hampir setiap pulau
juga memiliki daerah rataan karang yang cukup luas (reef flat) dengan kedalaman
bervariasi dari 50 cm pada pasang terendah hingga 1 meter pada jarak 60 meter
hingga 80 meter dari garis pantai. Dasar rataan karang merupakan variasi antara
58
pasir, karang mati, sampai karang batu hidup. Di dasar laut, tepi rataan karang
sering diikuti oleh daerah tubir dengan kemiringan curam hingga mencapai 70??dan
mencapai dasar laut dengan kedalaman bervariasi dari 10 meter hingga 75 meter.
Pasang Surut
Berdasarkan pengukuran di stasiun penelitian oleh ITB Bandung tahun 2001
yang berlokasi di Pulau Untung Jawa pada koordinat 05?58’45,21” LS -
106?42’11,07” BT, kondisi pasang surut di Kepulauan Seribu dapat dikategorikan
sebagai harian tunggal. Kedudukan air tertinggi dan terendah adalah 0,6 dan 0,5
meter dibawah duduk tengah. Rata-rata tunggang air pada pasang perbani adalah
0,9 meter dan rata-rata tunggang air pada pasang mati adalah 0,2 meter. Tunggang
air tahunan terbesar mencapai 1,10 meter (Dishidros, 1986;Dinas Perikanan dan
Kelautan DKI Jakarta, 1998). Pengamatan pada tahun 1999 di P. Pramuka, P.
Karya dan P. Panggang mencatat tinggi muka laut rata-rata sebesar 1,01 m pada
skala palem dan tinggi referensi kedalaman peta (chart datum) sebasar 0,65 m
dibawah muka laut rata-rata (Jurusan Teknik Geodesi-ITB).
Hasil pengamatan pasang surut yang dilakukan oleh Jurusan Teknik Geodesi
– ITB pada bulan Pebruari 2000 menghasilkan sembilan konstituen pasang surut
utama sebagaimana terlihat pada Tabel 3 dibawah ini. Konstituen dapat
dipergunakan untuk meramalkan perubahan elevasi muka air akibat pasang surut.

Arus
Hasil pengukuran di P. Pramuka pada tahun 1993 (Effendi, 1993) mencatat
kecepatan arus sebesar 2 – 19 sm/dt. Pada tahun 1997, kecepatan arus di P.
Panggang, P. Pramuka, P. Semak, P. Karang Congkak dan P. Karang Bongkok
tercatat sebesar 9 cm/dt, 10 cm/dt, 12 cm/dt, 4 cm/dt dan 5 cm/dt (Dinas Perikanan
Kelautan DKI Jakarta, 1998). Pengukuran pada tahun 1999 (Jurusan Teknik
Geodesi-ITB) mencatat kecepatan arus di P. Pramuka, P. Panggang dan P. Karya
pada kondisi pasang purnama (spring tide) sebesar 5 – 48 cm/dt dengan arah
bervariasi antara 3 - 348?. Dilokasi yang sama pada kondisi pasang perbani (neep
tide) kecepatan arus tercatat sebesar 4 – 30 cm/dt dengan arah bervariasi antara 16
- 350?.
Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Seawatch – BPPT di P. Kelapa pada
bulan Nopember dan Desember 1998 mencatat kecepatan arus pada kisaran 0,6
cm/dt hingga 77,3 cm/dt dengan rata-rata kecepatan sebesar 23,6 cm/dt dengan
dominasi arah arus ke arah Timur – Timur Laut.
Gelombang
Pengukuran di P. Pramuka pada bulan Desember 1999 mencatat tinggi
gelombang rata-rata yang diukur setiap jam selama 5 hari adalah 7,0 – 69,5 cm
dengan periode rata-rata 2,4 – 6,3 detik (Jurusan Teknik Geodesi – ITB, 1999).
Gelombang di daerah tubir akan lebih besar dibandingkan gelombang di garis
pantai. Hal ini disebabkan di pantai telah terjadi peredaman gelombang oleh rataan
karang yang dangkal. Data tersebut menyimpulkan bahwa tinggi gelombang di
sekitar P. Pramuka dapat dikategorikan sebagai rendah (<1 meter) walaupun
frekuensinya cukup tinggi.
60
Tinggi gelombang di Kepulauan Seribu pada musim Barat adalah sebesar
0,5 – 1,5 meter, sedangkan pada musim Timur adalah sebesar 0,5 – 1,0 m (Dihiros
TNI-AL, 1986). Tinggi gelombang sangat bervariasi antara satu lokasi dengan lokasi
lainnya disebabkan oleh variasi kecepatan angin dan adanya penjalaran gelombang
dan perairan sekitarnya, sesuai dengan letak gugusan Kepulauan Seribu yang
berbatasan dengan perairan terbuka. Gelombang didominasi oleh arah Timur –
Tenggara yang dipengaruhi oleh refraksi pada saat memasuki daerah tubir.
Hasil pengamatan yang dilakukan oleh Seawatch Indonesia pada bulan
Nopember 1998 – Agustus 1999 di P. Kelapa mencatat tinggi gelombang pada
kisaran 0,05 – 1,03 meter dengan periode gelombang berkisar antara 2,13 – 5,52
detik.
Kualitas Perairan Laut
Mengacu pada beberapa hasil pengukuran kualitas air laut yang dilakukan
pada waktu yang berbeda, dapat disimpulkan bahwa suhu, kecerahan dan salinitas
relatif mencatat kondisi yang sama dibeberapa lokasi dan antar musim sebagaimana
tertera pada Tabel berikut. Suhu air laut dan salinitas tidak mencatat fluktuasi yang
nyata pada musim Barat, musim Timur sebesar 28,5?-31,0??(Dinas Perikanan dan
Kelautan DKI Jakarta, 1998). Sedangkan salinitas berkisar antara 30 – 34 promil,
dimana pengukuran yang dilakukan pada tahun 1997 di P. Panggang, P. Pramuka,
P. Semak Daun, P. Karang Congkak dan P. Karang Bongkok mencatat angka
sebesar 32,0 promil, 31,5 promil, 31,8 promil, 32,0 promil dan 32,0 promil.
Pengukuran yang dilakukan pada tahun 1999 di P. Pramuka, P. Panggang dan P.
Karya mencatat angka yang relatif stabil, yaitu sebesar 32,65 – 32,74 promil.

Sumber : Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Wilayah Kecamatan Kepulauan
Seribu, April 2001
Upaya pemilihan kondisi perekonomian Jakarta Utara pasca crisis ekonomi
tahun 1998 tampaknya sudah mulai membuahkan hasil yang cukup
menggembirakan. Hal ini dapat dilihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jakarta Utara
tahun 1999, yang menunjukan pertumbuahan yang positif yakni sebesar 0,85% dari
hasil perhitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga
konstan 1993. Semua itu tidak terlepas dari Perkembangan dari masing-masing
sector. Atas dasar harga konstan 1993 sektor pertanian mengalami kenaikan
sebesar 7,59%.
Kependudukan
65
Data demografi Kecamatan Kepulauan Seribu tahun 2001 menunjukan
jumlah sebesar 18.692 jiwa dengan jumlah penduduk terbesar berada di Kelurahan
Pulau Kelapa yaitu sebesar 4.956 jiwa. Komposisi penduduk Kepulauan Seribu
yaitu laki-laki sebesar 9.242 jiwa dan perempuan 8.985 jiwa, dengan komposisi
tersebut sex ratio sebesar 103 yang artinya dalam 100 orang perempuan terdapat
103 orang laki-laki.
Luas Wilayah Kepulauan Seribu adalah 773,61 ha. Dengan melihat jumlah
penduduk dan luas Kecamatan Kepulauan Seribu, maka kepadatan penduduk
sebesar 24 orang/ha. Keadaan demografi dapat dilihat pada Tabel 9, 10 dan 11.
Mata Pencaharian
Mata Pencaharian yang ada di Kebupaten Administratif Kepulauan Seribu
meliputi sector (bidang kegiatan) perikanan, perdagangan, PNS, TNI,
Karyawan/buruh, dan lain-lain. Data mengenai mata pencaharian penduduk
Kepulauan Seribu dapat dilihat pada Tabel 11 dan Gambar 4. berikut :

Kompisisi Mata Pencaharian Penduduk di Kepulauan Seribu, 2002
Berdasarkan Tabel dan gambar diatas, terlihat bahwa sector perikanan
khususnya nelayan merupakan mata pencaharian terbesar yaitu 69,36% diikuti oleh
Pedagang/Buruh sebesar 10,39%, pegawai negeri 6,5% pegawai
swasata/wiraswasta 3,8%, jasa 1,7% dan TNI/POLRI 0,3%, sedangkan lain-lainnya
sebesar 8%.

Jika dilihat dari karakteristik masing-masing kelurahan umumnya semua
kelurahan diatas 60% penduduknya sebagai nelayan, dimana kelurahan Pulau pari
adalah paling banyak diantara lainnya yaitu 85%. Sedangkan kelurahan Pulau
Harapan adalah kelurahan yang nelayannya relatif sedikit yaitu dibawah 50% karena
penduduknya banyak yang memilih berkerja sebagai pedagang atau buruh dan
pekerjaan lainnya yang hampir mencapai 50%.
Nelayan di Kepulauan Seribu hampir semuanya adala nelayan tradisional
dengan berbagai tipe, yaitu sebagai nelayan harian, mingguan, nelayan bulanan.
Penghasilan yang diperoleh pun tidak menentu tergantung musim, ketika sedang
musim ikan mereka yang nelayan harian bisa mendapatkan ikan di atas Rp. 100.000
per hari, tetapi ketika ikan berkurang untuk memperoleh Rp. 20.000 cukup sulit,
itulah yang dialami oleh sebagian besar nelayan Kepulauan Seribu karena mereka
adalah para nelayan tangkap yang sangat mengandalkan alam. Sesungguhnya
keadaan ini bisa diatasi jika para nelayan juga melakukan kegiatan budidaya ikan.
Keberadaan para investor luar yang berusaha di sector perikanan, seperti
budidaya ikan kerapu dalam jaring apung telah menyerap tenaga kerja dari
masyarakat setempat. Namun demikian, jumlahnya masih relatif sedikit karena
memang perkembangannya masih dalam tahapan rintisan disamping itu masih
rendahnya kinerja tenaga kerja local.
Peluang usaha yang ada di Wilayah Kepulauan Seribu umumnya berkaitan
dengan sector perikanan, seperti penyewaan kapal nelayan bagi orang luar yang
memerlukannya untuk kegiatan survey, penelitian atau wisata. Peluang usaha yang
banyak dimanfaatkan oleh para ibu-ibu atau perempuan terutama di Pulau
Panggang adalah pengolahan rumput laut menjadi dodol dan manisan, kerupuk
ikan, ikan asin, kerupuk sukun dan lain-lain.
70
Pendidikan
Tingkat pendidikan masyarakat Kepulauan Seribu yang didominasi oleh
nelayan masih tergolong masih sangat rendah. Hal ini dilihat dari tingkat
pendidikannya yang 6.800 orang merupakan tamatan Sekolah Dasar (SD) dan
tamatan Sekolah Menengah Pertama (SMP sebesar 1.463 orang. Selanjutnya data
mengenai tingkat pendidikan masyarakat Kepulauan Seribu dapat dilihat pada Tabel
14 dan Gambar 5. berikut :
Tabel 14. Tingkat Pendidikan Masyarakat Kepulauan Seribu Tahun 2002
Sejalan dengan tingkat pendidikan di Kepulauan Seribu masih sangat
terbatas. Keadaan ini tergambar dari fasilitas pendidikan yang ada. Fasilitas
pendidikan di Kecamatan Kepulauan Seribu dapat dilihat pada Tabel 15. berikut :
Tabel 15. Fasilitas Pendidikan di Kecamatan Kepulauan Seribu, Tahun 2002
adalah Sekolah Dasar (SD) sebanyak 14 buah dan kemudian setingkat SMP
sebanyak 5 buah. Jenjang pendidikan tertinggi adalah SMUN 69 yang berada di
Pulau Pramuka. Bagi siswa SMU yang berasal dari Pulau Panggang, lokasi sekolah
tidak menjadi masalah karena jarak yang harus ditempuh relatif dekat (sekitar 15
menit menyeberang dengan perahu). Namun bagi anak-anak yang berasal dari
pulau lain hal ini menjadi masalah, karena jarak yang ditempuh cukup jauh bisa
mencapai dua jam perjalanan dengan menggunakan perahu.
Fasilitas Ekonomi
Fasilitas ekonomi yang ada di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu
diharapkan dapat menunjang kegiatan-kegiatan yang ada. Adapun fasilitas ekonomi

Berdasarkan table diatas terlihat bahwa jumlah warung yang menyediakan
kebutuhan hidup sehari-hari menempati jumlah terbanyak. Koperasi sebagai salah
satu penunjang kegiatan usaha yang tersebar di semua Kelurahan sebanyak 6
buah, tetapi tidak berfungsi dengan baik. Pasar/warung yang menyediakan sarana
untuk kebutuhan usaha budidaya juga belum terlihat di Kecamatan Kepulauan
Seribu.
Perumahan
Tingkat kesejahteraan penduduk di Kecamatan Kepulauan Seribu jika dilihat
dari kondisi perumahannya relatif cukup baik. Jumlah rumah menurut kondisinya
secara rinci dapat dilihat pada Tabel 17. berikut :
Tabel 17. Jumlah Rumah Menurut Kondisinya di Kepulauan Seribu Tahun 2002
Dari table diatas terlihat bahwa kondisi rumah permanen di Kepulauan Seribu
adalah yang terbanyak dengan jumlah 1.371 buah, sedangkan kondisi rumah semi
permanen sebanyak 944 buah. Berdasarkan keadaan tersebut dapat dikatakan
bahwa kondisi perekonomian secara fisik di Kepulauan Seribu cukup baik.
Sarana dan Prasarana Penunjang
Keberadaan sarana dan prasarana penunjang kegiatan perekonomian di
Kepulauan Seribu sangat diperlukan. Sarana penunjang utama transportasi adalah
sarana transportasi laut berupa kapal dan perahu. Berdasarkan monografi
Kecamatan Kepulauan Seribu Tahun 2002 jumlah kapal sebanyak 117 buah, motor
temple sebanyak 611 buah, dan perahu sebanyak 361 buah. Sedangkan untuk
sarana transportasi darat, alat transportasi yang digunakan adalah sepeda sebanyak
130 buah, becak sebanyak 20 buah dan sepeda motor sebanyak 20 buah. Secara
rinci dapat dilihat pada Tabel 18. berikut :

Berdasarkan table diatas, kondisi jalan yang baik masih lebih banyak dari
pada yang rusak, dengan Kelurahan Pulau Kelapa yang terbanyak memiliki ruas
jalan dengan kondisi relatif baik (14.134 meter). Untuk Dermaga Kelurahan Pulau
74
Tidung memiliki dermaga terbanyak (8 buah) dengan enam dermaga dalam kondisi
relatif baik dan dua dermaga dalam kondisi rusak.
Visi, Misi dan Tujuan Pembangunan Kabupaten Administrasi
Kepulauan Seribu
Visi pembangunan Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu yang dianggap
mengena pada gambaran citra masa depan, yakni “Ladang dan Taman Kehidupan
Bahari yang Berkelanjutan”. Visi tersebut menuntun kita kepada akan terwujudnya :
??Kepulauan Seribu menjelma menjadi ladang pencarian nafkah yang bertolak
dari sumberdaya kebaharian yang lestari, dengan teknologi tepat guna;
??Perkembangan pariwisata kebaharian yang terkendali sebagai tempat rekreasi
dan wisata yang memberi warna khas Kepulauan Seribu;
??Muncul industri kebaharian yang khas Kepulauan Seribu, sekaligus menjadi
obyek wisata namun tetap terkendali dan akrab lingkungan;
??Kepulauan Seribu tetap mampu menjadi taman kehidupan penuh kenyamanan;
??Kuantitas penduduk Kepulauan Seribu dapat dikendalikan, namun wilayahnya
kaya kegiatan;
??Kualitas hidup masyarakat Kepulauan Seribu tinggi, dalam arti sejahtera,
mampu menghidupi dirinya sendiri (mandiri), dan merupakan masyarakat yang
maju dan memanfaatkan teknologi tepat guna untuk meningkatkan kualitas
kehidupannya;
??Tetap sebagai satu kesatuan gugusan pulau kecil.
Untuk memuwujudkan Visi Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, maka Misi
yang inging dicapai adalah :
75
1. Mewujudkan Wilayah Kepulauan Seribu sebagai kawasan wisata bahari yang
lestari
2. Menegakan hukum yang terkait dengan pelestarian lingkungan kebaharian dan
segala aspek kehidupan
3. Meningkatkan melalui pemberdayaan masyarakat kepulauan seribu
4. Mengubah kecenderungan perkembangan melalui terobosan politis maupun
substantif, khususnya kebijakan kependudukan
Sesuai dengan visi dan misi pembangunan Kabupaten Administratif Kepulauan
Seribu, maka tujuan pembangunan wilayahnya adalah sebagai berikut :
1. Terwujudnya kelestarian kepulauan seribu sebagai satu kesatuan gugus
ekosistem
2. Terwujudnya kelestarian dan berkembangnya fungsi sumberdaya kelautan
3. Berkembangnya pariwisata kepulauan yang berkualitas dan berkelanjutan
4. Terkendalinya pertumbuhan dan meningkatnya kualitas kehidupan SDM
5. Terciptanya kenyamanan dan kemudahan melalui pengadaan prasarana dan
sarana kepulauan
Kondisi Usaha Budidaya Laut
Aktifitas budidaya laut yang dilakukan oleh sebagian masyarakat di
Kepulauan Seribu merupakan mata pencaharian alternatif selain kegiatan
menangkap ikan di laut sebagai nelayan. Kegiatan usaha budidaya laut yang
dikembangkan antara lain budidaya rumput laut dan ikan kerapu.
Usaha budidaya rumput laut banyak dikembangkan oleh masyarakat karena
biaya investasi yang tidak terlalu besar namum mempunyai hasil yang cukup baik.
76
Kegiatan budidaya lain yang telah diusahakan juga yaitu teripang, walaupun masih
dalam bentuk pengumpulan dari alam.
Budidaya Rumput Laut
Usaha budidaya rumput laut (seaweed) banyak diusahakan disemua
pulau besar yang berpenghuni, seperti Pulau Pramuka, Pulau Panggang dan Pulau
Tidung, serta diskeitar P. Ayer, P. Tikus, P. Kongsi, P. tengah dan P. Burung.
Perkembangan kegiatan budidaya rumput laut dibeberapa pulau di Kepulauan
Seribu menunjukan kecenderungan yang sangat pesat dan diperkirakan telah
melampuai daya dukung lingkungan setempat. Budidaya rumput laut membutuhkan
nutrien yang berasal dari air di terumbu karang yang memiliki kemampuan
menstabilkan nutrien. Namun, perkembangan luasan budidaya rumput laut dapat
menghambat penetrasi cahaya untuk kelangsungan proses fotosintesa. Berikut
pada Tabel 19 luasan dan jumlah unit budidaya laut di perairan Kepulauan Seribu.
Tabel 19. Luasan dan Jumlah Unit Budidaya Rumput Laut dan Ikan Kerapu di
Perairan Kepulauan Seribu
Budidaya Ikan Kerapu
Budidaya ikan kerapu (Epinephelus spp) dan ikan baronang (Siganus sp) di
wilayah Kepulauan Seribu umumnya berlokasi di sekitar P. Lancang, P. Kongsi, P.
Tidung, P. Panggang, P. Pramuka, dan P.Kelapa. Budidaya kerang mutiara
dikembangkan disekitar perairan P. Pamegaran. Budidaya teripang berlokasi di P.
Pramuka dan P. Pari. Budidaya ikan Baronang dikembangkan di perairan P.
Panggang, P. Kelapa, dan P. Pari.
78
Sampai saat ini kegiatan budidaya terus berlangsung yang pada umumnya
dilakukan didalam jarring apung (karamba apung) namun belum berkembang pesat
dan banyak menghadapi permasalahan baik dari sisi teknis maupun non teknis.
Tabel 21. Lokasi dan Luas Areal Pengembangan Budidaya Laut
di Kepulauan Seribu
Potensi pengembangan budidaya laut di Kepulauan Seribu diperkirakan
mencapai 2.000,74 Ha. Potensi tersebut merupakan potensi kotor karena belum
memperhitungkan jalur pelayaran dan pembuatan rumah jaga. Sedangkan potensi
efektifnya mencapai 964,45 hektar. Potensi tersebut diperoleh dengan
memperhitungkan kondisi perairan yang meliputi bathimetri dan kesesuaian kondisi
perairan untuk budidaya rumput laut dan ikan.
Dalam kontek pengelolaan sumberdaya alam (budidaya laut) di kawasan
Kepulauan Seribu, model co-management sangat direkokemdasikan mengingat
kenyataan dilapangan bahwa masyarakat local (setempat) mempunyai kepentingan
yang sangat besar terhadap sumberdaya alam dikawasan tersebut. Artinya,
pengelolaan sumberdaya alam harus mampu menampung kepentingan dan aspirasi
masyarakat local. Dengan justifikasi tersebut model co-management menjadi salah
satu pilihan yang perlu diterapkan. Dalam sebuah diagram, hubungan pihak terkait
dengan model co-management untuk system pengelolaan budidaya laut (marikultur)
dapat dilihat pada Gambar 6 berikut.
Gambar 6. Model Co-Management
Kelompok Masyarakat
(Communal Property Right)
Instansi/ Pemda TNLKS
Lembaga
terkait
80
Pemasaran
Aspek pemasaran terhadap komoditas lau di Kepulauan Seribu merupakan
bagian yang cukup penting. Komoditas utama yang menjadi pertimbangan adalah
komoditas budidaya yang masih bertahan dan banyak diusahakan oleh masyarakat
petani/nelayan setempat yakni ikan kerapu dan rumput laut . Secara umum
mekanisme pemasaran komoditas tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 7. Saluran Pemasaran Ikan Kerapu
Gambar 8. Saluran Pemasaran Rumput Laut
Kondisi Pariwisata
Pariwisata di Kepulauan Seribu berorientasi kepada wisata bahari. Wisata
bahari sesuai dengan karakteristik geografis Kepulauan Seribu yang terdiri dari

banyak pulau yang dihubungi oleh laut dan karakteristik kehidupan masyarakat
setempat.
Panorama laut di wilayah ini menjadi daya tarik alamiah bagi wisatawan.
Panorama seperti pada saat matahari terbit dan matahari terbenam menjadi daya
tarik tersendiri. Keindahan bawah laut juga dapat dinikmati dengan cara menyelam
(scuba diving), snorkeling, berlayar, mendayung, berenang dan memancing,
kegiatan berjemur dan bermain di pantai juga dapat menjadi daya tarik bagi
wisatawan.
Dinamika kehidupan masyarakat setempat sebagai masyarakat bahari
sesungguhnya dapat menjadi daya tarik wisata. Kegiatan masyarakat sebagai
nelayan dapat menjadi daya tarik tersendiri, khususnya di pulau-pulau pemukiman.
Berbagai jenis ikan dan hasil laut bisa menjadi komoditi yang memiliki nilai jual untuk
ditawarkan kepada para wisatawan. Sementara itu, alat perlengkapan penangkapan
ikan dapat diperkenalkan kepada para pendatang/wisatawan, seperti, karamba
jarring apung, bagan, alat pancing serta perahu.
Pada tahun 1992, Pemerintah Daerah (Pemda DKI Jakarta) telah
menetapkan 43 buah pulau yang dapat dijadikan resort. Saat ini hanya 9 buah
pulau yang sudah dijadikan resort wisata, 7 diantaranya berada di Kecamatan
Kepulauan Seribu Utara dan 2 lainnya berada di Kecamatan Kepulauan Seribu
Selatan. Pulau-pulau tersebut antara lain Pulau Ayer, Bidadari, Bira Besar, Hantu,
Kotok Tengah, Kotok Timur, Putri, Matahari dan Sepa. Resort Pulau Ayer dan Pulau
Bidadari terletak di Kepulauan Seribu Selatan sedangkan ketujuh resort lainnya
berada di Kepulauan Seribu Utara. Seluruh resort yang ada dikelola oleh swasta
sedangkan yang dikelola oleh Pemerintah belum ada. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel 22 berikut ini.
82
Dari table diatas, dapat dilihat bahwa sebagian besar resort di Kepulauan
Seribu berada di Kepulauan Seribu Utara. Hal ini disebabkan kondisi alam yang
relatif lebih baik dibandingkan dengan wilayah Kepulauan Seribu Selatan seperti laut
yang lebih bersih dibandingkan dengan Selatan.
Fasilitas akomodasi wisata yang disediakan adalah cottage dengan jumlah
sebanyak 505 buah dengan jumlah speedboat sebanyak 37 buah. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada table 23 berikut :

Perkembangan jumlah wisatawan yang datang ke Kepulauan Seribu dari
tahun ke tahun cenderung menurun. Pada table 19 diperlihatkan bahwa jumlah
wisatawan dari tahun 1995 sampai 2001 mengalami penurunan. Pada tahun 1996,
jumlah wisatawan turun sebesar 6,82%, pada tahun 1997 turun 20,6%, pada tahun
1998 turun 16,04 dan pada tahun 1999 turun sebesar 1,35%. Pada tahun 2000
mengalami kenaikan sebesar 0,8% dan pada tahun 2001 naik sebesar 0,27%.
Lebih dari 80% total wisatawan yang datang ke Kepulauan Seribu
merupakan wisatawan nusantara. Apabila membandingkan jumlah wisatawan
nusantara dan mancanegara mulai tahun 1997, kita dapat melihat bahwa jumlah
wisatawan nusantara menurun tajam, sedangkan jumlah wisatawan mancanegara
cenderung meningkat.
Tabel 24. Data Kunjungan Wisatawan ke Kepulauan Seribu Tahun 1995 – 2001

(%)
Diskripsi Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu
Kondisi Kawasan
Taman Nasional Kepulauan Seribu merupakan kawasan perairan laut yang
berada di Utara Jakarta yang secara geografis berada kurang lebih 46 km dari Kota
Jakarta dengan posisi koordinat bumi antara 5o24’ – 5o45’ LS dan 106o25’ – 106o40’
BT. Secara Administratif, kawasan ini terletak di tiga kelurahan, yaitu Kelurahan
84
Pulau Panggang, Pulau Kelapa dan Pulau Harapan, Kecamatan Kepulauan Seribu
Utara Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu.
Kawasan TNKpS meliputi areal seluas + 108.000 Ha ditunjuk pada Tahun
1995 dengan Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 162/Kpts-II/1995. Pada tahun
1998, Kawasan TNKpS ini telah dipancang batas-batasnya dalam bentuk mooring
buoy dan titik referensi. Selanjutnya pada tahun 2001 kegiatan pemancangan batas
tersebut telah diresmikan keabsahan hukumnya melalui penandatanganan Berita
Acara Tata Batas oleh Panitia Tata Batas yang diikuti dengan penerbitan Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor 6310/Kpts-II/2002 tanggal 13 Juni 2002 tentang
Penetapan Fungsi Taman Nasional Kepulauan Seribu menjadi seluas 107.489 Ha.
Jumlah pulau yang berada di kawasan TNKpS berjumlah 76 buah dimana
dari jumlah tersebut tercatat 20 buah yang telah dikembangkan sebagai pulau
wisata, 6 buah pulau yang dihuni penduduk dan sisanya dikuasai perorangan atau
badan usaha.
Potensi Kawasan Ekosistem Laut
Wilayah Kepulauan Seribu merupakan ekosistem yang memiiliki hamoaran
terumbu karang (coral reef) yang cukup luas dan relatif datar yang jarang ditemui di
tempat lain di Indonesia. Secara umum terdapat tiga tipe karang, yaitu karang
tepian (fringing reef), karang penghalang (barrier reef) dan karang atoll (atoll reef).
Karang di Kepulauan Seribu seluruhnya merupakan karang tepian (fringing reef).
Selain terumbu karang, dijumpai pula jenis-jenis ikan konsumsi dan ikan hias,
berbagai jenis udang, molluska, padang lamun, rumput laut dan komunitas
mangrove di hampir seluruh pulau. Biota laut yang menjadi flagship species, antara
lain Penyu Sisik (Eremochelys imbricata) dan Penyu Hijau (Chelonia mydas),
85
Lumba-lumba (Tursiops sp), Kima Lubang (Tridacna crocea), Kima Besar (Tridacna
maxima), Kima Pasir (Hippopus hippopus) dan Kima Sisik (Tridacna squamosa).
Dari 76 pulau yang ada dalam kawasan TNKpS, 37 perairan pulau-pulau
tersebut dianataranya telah teridentifikasi tutupan karangnya yakni berkisar antara
4,3-50,7%. Tutupan karang yang terburuk umumnya dijumpai di perairan pulaupulau
pemukiman, dan beberapa perairan pulau-pulau wisata. Kerusakan karang
disekitar pulau pemukiman lebih banyak diakibatkan oleh eksploitasi batu karang
dan pasir, penggunaan potassium, sedimentasi dasar laut dan kontaminasi disposal
limbah sedangkan kerusakan terumbu karang akibat pengeboman ikan
terkonsentrasi di gosong-gosong dan perairan pulau-pulau peristirahatan. Beberapa
pulau yang tutupan karangnya relatif masih baik antara lain Pulau Peteloran Barat
dan Pulau Peteloran Timur, Pulau Kayu Angin Bira dan Gosong Rengat yang
perairannya terklaisifikasi sebagai Zona Inti Taman Nasional.
Kondisi Pengelolaan
Menteri Kehutanan melalui Surat Keputusan Nomor 162/Kpts-II/1995 telah
menetapkan wilayah Kepulauan Seribu menjadi Taman Nasional dengan luas
108.000 Ha yang kemudian pengelolaan kawasan Taman Nasional Kepulauan
Seribu diserahkan kepada Balai Taman Nasional Kepulauan Seribu berdasarkan SK
Menteri Kehutanan Nomor 185/Kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997.
Untuk menghindari atau mengurangi tingkat kerusakan lingkungan (pesisir
dan terumbu karang) yang ada, pemerintah telah menetapkan sebagian besar
kawasan kepulauan seribu sebagai kawasan Taman Nasional Laut (TNL) Kepulauan
Seribu. Pada awalnya TNL adalah merupakan cagar alam laut yang ditetapkan
pada tahun 1982, yang pada saat itu merujuk pada undang-undang Pokok
Kehutanan tahun 1967 dengan fungsi sebagai cagar alam laut. Pada tahun yang
86
sama (1982) diselenggarakan konggres nasional taman laut sedunia yang
berlangsung di Bali, dan diumumkanlah perubahan fungsi dari cagar alam laut
kepulauan seribu menjadi taman nasional laut kepulauan seribu. Penetapan tersebut
dimantapkan dengan surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 162/Kpts-II/1995
tentang perubahan fungsi cagar alam laut kepulauan seribu menjadi Taman
Nasional Laut Kepulauan Seribu dengan luas 108.000 hektar.
Keunikan TNL kepulauan seribu terletak pada ekosistem pesisir dengan
terumbu karang yang dimilikinya. Ekosistem pesisir mempunyai produktivitas yang
tinggi dengan keanekaragama jenis biota laut yang tinggi pula. Sedangkan terumbu
karang berfungsi sebagai habitat, tempat mencari makan dan berkembang biak bagi
biota lain seperti molusca, crustacea, echinodermata, rumput laut dan jenis-jenis
ikan karang (Hardianto dkk., 1998). Begitu juga dengan Taman Nasional Laut
Kepulauan Seribu, disana terdapat keanekaragaman hayati berupa biota laut yang
antara lain berupa berbagai jenis terumbu karang, ikan hias, rumput laut, ganggang
laut dan molluska. Kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati karang yang tinggi,
meliputi 67 genera dan subgenera yang mencakup paling sedikit 123 spesies
karang.
Kawasan taman nasional laut ini dikelola dengan sistem zonasi yaitu :
1. Zona Inti
Meliputi zona daratan dan perairan laut yang mutlak dilindungi, didalamnya tidak
diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh manusia, kecuali kegiatan
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, penelitian dan pendidikan. Zona
inti terdiri dari tiga lokasi yaitu zona inti I meliputi perairan sekitar Pulau Gosong
Rengat, pada posisi 5o27’00” – 5o29’00” LS dan 106o26’00” –106o28’00” BT, zona
inti II meliputi daratan dan perairan Pulau Penjaliran Barat, Penjaliran Timur,
87
perairan P. Peteloran Barat, Peteloran Timur dan Gosong Penjaliran pada posisi
5o26’36” – 5o29’00” LS dan 106o32’00” –106o35’00” BT dan zona inti III meliputi
perairan sekitar Pulau Kayu Angin Bira, Belanda, serta bagian Utara perairan Bira
Besar pada posisi 5o36’00”–5o45’00” LS dan 106o33’36”–106o36’42” BT.
2. Zona Bahari
Merupakan zona perairan laut yang diperuntukan untuk melindungi zona inti,
didalamnya hanya dapat dilakukan kegiatan sebagaimana kegiatan pada zona inti,
kegiatan wisata alam bahari terbatas. Zona bahari meliputi perairan sekitar Pulau
Dua Barat, Dua Timur, Jagung, Rengit, Karang Buton, Karang Mayang pada posisi
5o24’00” – 5o30’00” LS dan 106o25’00” –106o’40’00” BT
3. Zona Pemanfaatan Wisata
Meliputi zona perairan laut yang didalamnya dapat dilakukan kegiatan sebagaimana
pada zona inti dan zona bahari serta pengembangan wisata bahari. Zona
pemanfaatan wisata meliputi perairan sekitar Pulau Nyamplung, Sebaru Besar,
Lipan, Kapas, Sebaru Kecil, Bunder, Karang Baka, Hantu Timur (Pantara), Hantu
Barat, Gosong Laga, Yu Barat, Yu Timur, Satu, Kelor Timur, Kelor Barat, Jukung,
Semut Kecil, Cina, Semut Besar, Sepa Timur, Sepa Barat, Gosong Sepa, Melinjo,
Melintang, Perak, Kayu Angin Melintang, Panjang Bawah, Kayu Angin Putri,
Tongkeng, Petondan Timur, Petondan Barat, Putri Kecil, Putri Besar, Putri Gundul,
Macan Kecil, Macan Besar (Matahari), Genteng Besar, Genteng Kecil, Bira Besar,
Bira Kecil, Kuburan Cina, Bulat, Karang Pilang, Karang Katamba, Gosong Mungu,
Kotok Besar dan Kotok Kecil pada posisi 5o30’00” – 5o38’00” LS dan 106o25’00” –
106o’33’00” BT -106o’40’00” BT
4. Zona Pemukiman
88
Meliputi zona perairan laut sekitar pulau pemukiman yang didalamnya dapat
dilakukan kegiatan seperti pada zona inti, zona bahari, zona pemanfaatan wisata,
pemenuhan kebutuhan masyarakat setempat dan pengembangan infrastruktur.
Zona pemukiman meliputi sekitar Pulau Pemagaran, Panjang Kecil, Panjang, Rakit
Tiang, Kelapa, Kaliage Besar, Kaliage Kecil, Semut, Opak Besar, Opak Kecil,
Karang Bongkok, Karang Congkak, Karang Pandan, Semak daun, Karya,
Panggang, dan Pramuka pada posisi 5o38’00” – 5o45’00” LS dan 106o33’00” –
106o’40’00” BT

No comments:

Post a Comment